Minggu, 02 Mei 2010

Teori dalam perkembangan pengkajian hukum islam di indonesia

Dalam perkembangan pengkajian hukum islam di indonesia kita lihat ada teori-teori tentang berlakunya hukum islam di indonesia. Tergambarkan ada 6 teori yaitu:
1. Ajaran Islam Tentang Penataan Hukum.
Kita ketahui bahwa di dalam masyarakat indonesia sebelum Belanda datang, islam telah mempengaruhi bentuk masyarakatnya dan mempengaruhi perilaku hukum masyarakat dan tata hukum indonesia. Ada buku-buku yang terkenal dari mazhab syafi’i yang di pakai dalam membentuk masyarakat dan dalam norma-norma kehidupan pemerintahan kerajaan dan kesultanan di Indonesia pada masa lalu. Misalnya Al-Ahkam al-Sulthaniyyah mempengaruhi unit-unit masyarakat di Aceh, di bidang pemahaman dan pengalaman ketatanegaraan. Buku inilah yang dipakai oleh kesultanan Aceh untuk membentuk unit-unit kemasyarakatan Aceh dan tingkatan-tingkatannya (mikmin).

Kebijaksanaan taklif ialah kebijaksanaan dalam penerapan suatu ketentuan hukum terhadap manusia sebagai mukailaf (subjek hukum) dengan melihat kepada situasi dan kondisi pribadi manusia itu, melihat kepada kemampuan fisik dan rohani (sudah dewasa), mempunyai kebebasan dan mempunyai akal sehat, disamping mempunyai kondisi pribadi yang sangat khusus ada padanya. Oleh karena itu, dalam kebijaksanaan taklif, hukum suatu perbuatan bagi seseorang yang berbeda dengan huku perbuatan itu bagi orang lain. Contohnya mencuri. Ketentuan hukum mengatakan bahwa pencuri laki-laki dan perempuan di potong tangannya. Disini terlihat bahwa penerapan hukum itu dengan melihat situasi dan kondisi orang tersebut. Bila pencuri itu mencuri sekedar untuk makan, pada masa khalifah umar bin khattab, ketentuan potong dengan tangan tidak diterapkan, tetapi pencuri itu dilepaskan, malah dibantu dengan di beri makanan. Terlihat degan jelas bahwa untuk menerapkan hukum islam, islam sendiri menghendaki dengan dasar kesadaran manusia, kesadaran lahir dan batinnya, cita-cita moral dan cita-cita batinnya. Penataan dan penerapan hukum islam didalam masyarakat manusia memerlukan kesadaran manusia dari segi batin dan imannya. Mikmin yang sadar batinnya dan kuat imannya akan dengan suka penuh harap menanti hukum islam.

Penataan hukum islam bagi pribadi muslim sangat dikaitkan dengan kesadaran dan ketaatan agama pribadi Muslim tersebut. Dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, kata pribadi anggota masyarakat bersikap sadar dan taat, maka secara automatis keadaan sadar dan taat kepada Allah tercipta dalam masyarakat itu. Masyarakat demikian adalah masyarakat Islam (muslimin). Dari segi islam sendiri penaatan hukum adalah karena Allah , dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul, bukan karena pengaturan organisasi bersama. Dalam pemikiran hukum islam, ketaatan terhadap hukum islam bukan karena organisasi negara atau kekuasaan organisasi bermasyarakat bahkan karena kesadaran moral batin, dan lahir dalam beragama dan kehidupan beragamanya secara pribadi.

2. Teori Penerimaan Autoritas Hukum

Teori ini dikemukakan oleh H.A.R Gibb, menyebutkan pemikiran tersebut merupakan teorinya, namun penulis melihat bahwa ungkapannya yang didasarkan atas observasinya dalam penelitiannya itu memuat nilai teori yang penting. Ungkapan teoritis ini dapat berfungsi sebagai jembatan antara ajaran Islam dengan teori penataan hukum bagi masyarakat islam didalam kehidupan bernegara, dari negara yang kuno sampai negara moderen. Ungkapan tersebut sangat bernilai mengungkapkan hakikat beradanya hukum islam dalam masyarakat islam dan mengungkapkan sikap masyarakat islam terhadap hukum islam. Ungkapan ini bernilai pula untuk memahami hubungan antara hukum islam dengan masyarakat islam.

Setelah kegiatan penelitiannya tentang hukum islam perkembangan hukum islam, asal-usul ajaran hukum dan pertumbuhannya dalam praktek masyarakat islam, H.A.R Gibb mengungkapkan tentang sifat hukum islam yang luwes berpadu, mengadopsi ajaran hukum dan keadaan yang telah ada di dalam masyarakat. Gibb menunjukkan dengan jelas praktek hukum yang hidup di dalam masyarakat islam yang bersumber dari kaidah fiqhiyah: al-a’dah muhakkamah. Hal tersebut menunjukkan daya asimilasi hukum dari hukum islam yang sangat kuat, yang mempengaruhi dan membentuk praktek hukum, pelaksanaan hukum, dan ketaatan hukum masyarakat terhadap hukum islam. Menurut Gibb, “Bagaimana pun orang islam tak dapat menjauhkan diri dari pengaruh unggul spiritual hukum islam yang telah berakar dalam. Gagasan bahwa hukum agama, yaitu konsepsi bahwa hukum harus dikuasai oleh agama, telah menjadi bagian hakiki dan pandangan islam.” Terlihat dengan jelas bahwa Gibb, setelah penelitiannya menyatakan data keadaan hukum masyarakat islam bahwa masyarakat kalau telah menerima Islam sebagai agamanya, menerima autoritas hukum islam walaupun mereka masih menaati aturan hukum masa pra-islam asal tidak bertentangan dengan ajaran agama dan hukum islam. Gibb melihat kenyataan sosial bahwa masyarakat menerima autoritas hukum islam karena mereka beragama islam. Namun Gibb sendiri tidak mempersoalkan apa sebabnya mereka menerima autoritas hukum tersebut. Dari ayat-ayat Al-Quran terungkap bahwa memnag didalam Islam ada ajaran tentang penataan hukum. Di dalam islam ada doktrin hukum dan penataannya, para ahli barat mengungkapkan kenyataan sosial agama yang ada bukan dari ajaran agama sendiri, melainkan dari kenyataan riel.

3. Teori Receptie in Complexu
Sebelum VOC di Indonesia telah banyak kerajaan islam yang memberlakukan hukum islam, yang pada umumnya menganut paham hukum mazhab syafi’i. Di kerajaan yang ada di indonesia telah pula di terapkan norma-norma hukum islam. Kerajaan yang telah memberlakukan hukum islam dan terkenal ialah kerajaan samudra pasai, Kesultanan Demak, Kesultanan Mataram, Cirebon, Banten, Ternate, Kesultanan Buton, Surabawa, Kalimantan Selatan, Kutai, Pontianak, Surakarta, Palembang, dan lainnya. Di wilayah kerajaan tersebut diberlakukan hukum islam dan ada lembaga peradilan agamadengan berbagai nama.

Pada masa orang Barat, khususnya Belanda (dalam hal ini VOC) datang di Indonesia, mereka mengalami pengaruh autoritas kesultanan-kesultanan tersebut. Setelah Belanda mulai menguasai sebagian wilayah nusantara, mereka tetap mengakui kenyataan bahwa bagi orang pribumi diberlakukan hukum agamanya. Maka oleh para ahli Belanda dibuatlah pelbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam penyelesaian urusan hukum rakyat pribumi yg tertinggi diwilayah yang di kuasai ole VOC, kemudian Nederlandsch Indie. Yang terkenal adalah :
a. Compendium Freijer yang merupakan kitab hukum kumpulan hukum perkawinan dan hukum kewarisan islam oleh pengadilan VOC.
b. Cirbonsch Rechtboek yang di buat atas usul residen cirebon.
c. Compendium der Voornaamste Javaansche Wetten nauwkeurig getrokken uit hea Mohammedaansche Wetboek Mogharraer, di buat untuk Landraad Semarang.
d. Compendium Indlansche Wetten bij de Hoven van Bone en Goa, di sahkan oleh VOC untuk daerah makassar.
Tampaknya teori Receptie in Complexu muncul sebagai rumusan dari keadaan hukum yang ada dan bersumber dari prinsip hukum Islam bahwa bagi orang islam berlaku hukum islam. Van den Berg mengonsepkan Stbl. 1882 No. 152 yang berisi ketentuan bahwa bagi rakyat pribumi atau rakyat jajahan berlaku hukum agamanya yang berada didalam lingkungan hidupnya. Praktisnya yang berlaku untuk rakyat jajahan yang beragama Islam di indonesia adalah hukum islam. Karena yang berlaku ketentuan atau norma hukum islam, maka badan peradilan agama, yang pada waktu pemerintah Hindia Belanda datang ke Indonesia sudah ada dilanjutkan dan diakui kewenangan hukumnya.

4. Teori Receptie
Teori ini di kemukakan oleh Prof.Christian Snouck Hurgronye, kemudian dikembangkan oleh C.Van Vollenhoven.

Snouck Hurgronye adalah penasihat pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1898 tentang soal-soal islam dan anak negeri. Untuk mempelajari agama islam, ia memasuki Mekkah dengan nama samaran Abdul Gaffar pada tahun 1884-1835, dengan menyamar sebagai dokter mata dan tukang foto. Disamping keahliannya dalam bidang hukum islam Snouck Hurgronyejuga ahli dalam hukum adat sebagian daerah indonesia. Tulisan-tulisannya adalah De Atjehers dan De Gajoland.

Teori receptie menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat, hukum islam berlaku kalau norma hukum islam itu telah di terima oleh masyarakat sebagai hukum adat. Teori ini dikemukakan oleh Snouck Hurgronye, kemudian di kembangkan oleh Van Vollenhoven dan Ter haar Brn.

Setelah mendalami hukum islam dan umat islam di Arab dan di indonesia, khusunya Aceh, dan jaw barat, Snouck Hurgronye melihat bahwa sikap pemerintah Hindia Belanda sebagaimana di tuangkan dalam Stbl. 1882 No. 152 yang dilandasi teori receptio in complexu bersumber dari ketidak mengertian terhadap situasi masyarakat pribumi, khususnya masyarakat islam. Ia berpendapat bahwa sikap terhadap islam selama ini merugikan pemerintah jajahan sendiri. Maka dalam kedudukannya sebagai penasihat pemerintah Hindia Belanda, Snouck Hurgronye memberikan nasihat yang terkenal dengan nama “Islam Policy”. Ia merumuskan nasihatnya kepada pemerintah Hindi Belanda di dalam mengurus islam di indondesia dengan berusaha menarik rakyat pribumi agar lebih dekat kepada kebudayaan Eropa dan pemerintahan Hindia Belanda, digariskan sebagai kebijaksanaan di bidang pendidikan agama, hukum dsb.

Sejak staatsblad itu merupakan konsep dan di terapkan terjadilah dialog yang besar antara pemerintah dengan ulama di indonesia, yang akhirnyadlam kaitannya dengan masalah waris, pengadilan agama mempunyai wewenang memberikan fatwa yang disebut fatwa waris, fatwa ahli waris, tau fatwa malwaris, tetapi fatwa tidak berstatus keputusan. Dalam kenyataannya sekarang, fatwa waris di pengadilan agama sangat banyak, bahkan perkara waris untuk daerah DKI jakarta lebih banyak dari pada perkara waris yang di tangani oleh pengadilan negeri, juga di tempat lain.

5. Teori Receptie Exit

Dalam bukunya. Tujuh serangkai tentang hukum, kita melihat pandangan Prof. Hazairin,S.H. tentang fungsi hukum dan hukum islam serta sumber hukum islam. Prof. Hazairin S.H berpendirian bahwa setelah indonesia merdeka, setelah proklamasi dan setelah UUD 1945 dijadikan UUD Negara, maka walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hukum yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 45, seluruh peraturan perundang-undangan pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan ajaran teori receptie tidak berlaku lagi karena jiwanya bertentangan UUD 45. Teori receptie harus exit karena bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah rasul.

Setelah proklamasi, kemudian undang-undang dasar 1945 dinyatakan berlaku yang didalamnya ada semangat merdeka di bidang hukum, dengan peraturan peralihannya guna menghindari kevakuman hukum masih di berlakukan ketentuan-ketentuan hukum dan bangunan hukum yang ada selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 45. Beliau berpendapat bahwa banyak aturan pemerintahan Hindia Belanda yang bertentangan dengan Undang-undang dasar, terutama yang merupakan dengan produk dari teori receptie.

6. Teori Receptie a Contrario

H.Sayuti Thalib, S.H. pengajar utama Fak.Hukum Universitas Indonesia, menulis buku Receptio A Contrario : hubungan hukum adat dengan hukum Islam. Dalam buku ini di ungkapkan perkembangan hukum islam dari segi politik hukum. Oleh karena itu, diungkapkan politik hukum penjajah Belanda, teori receptio a contrario perubahan dan perkembangan hukum islam dalam praktek, dan dibicarakan pula teori receptio acontrario.

Kalu di baca sekilas, seolah-olah teori receptio a acontrario adalah teori Prof.Hazairin karena dalam tulisan tersebut disebut Prof.Dr.Hazairin,S.H. sebagai penentang teori receptie. Namun kalu dikaji lebih mendalam, terlihat bahwa teori receptio a acontrario adalah pengembangan ajaran Prof.Hazairin, teori receptie exit. Hal tersebut akan sangat jelas kalau Bab delapan (receptio a acontrario) dibaca dan dipahami sekaligus dengan Bab sembilan (Hukum perkawinan Islam Berlaku penuh dan Hukum kewarisan islam berlaku, Tetapi dengan beberapa penyimpangan) dan Bab sepuluh (Hasil penelitian tentang Hukum perkawinan dan kewarisan) sebagai satu keseluruhan. Hasil penelitian dan uraian tentang hukum yang berlaku (perkawinan dan kewarisan) menghasilkan pendapat bahwa :
1) Bagi orang islam berlaku hukum islam
2) Hal tersebut sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita batin dan moralnya.
3) Hukum adat berlaku bagi orang islam kalau tidak bertentangan dengan agama islam dan hukum islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ShareThis